Daftar Isi
A. Pendahuluan
B. Pengertian Tauhid
- Tauhid Rububiyah
- Tauhid Uluhiyah
- Makna Tauhid Asma wa Sifat
C. Makna Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah ()
- Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah ()
- Konsekuensi laa ilaaha illa-Allah
D. Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan
E. Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid
- Ahli Tauhid Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk
- Ahli Tauhid Djamin Masuk Surga.
- Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka
- Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya.
- Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid
A. Pendahuluan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai Tauhid
dan Urgensinya bagi Kehidupan Manusia. Dari pembahasan ini diharapkan memiliki
pemahaman tentang hal-hal berikut:
1.
Pengertian Tauhid,
2.
Makna laa ilaaha illa-Allah dan konsekuensinya dalam kehidupan,
3.
Tauhid sebagai landasan kehidupan,
4.
Jaminan Allah bagi ahli Tauhid.
B. Pengertian
Tauhid
Secara bahasa, tauhid berasal dari kata dasar yang
maknanya sesuatu itu satu (esa). Sedangkan secara syar’i tauhid bermakna
mengesakan Allah dalam ibadah, bersamaan dengan keyakinan keesaanNya dalam
dzat, sifat dan perbuatan-perbuatanNya.
Pembagian Tauhid
Tauhid menurut ulama dibagi menjadi tiga yaitu tauhid
rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma wa sifat¹.
1.Tauhid Rububiyah
Artinya kita meyakini keesaan Allah dalam
hal penciptaan, pemilik, pengatur, pemberi rizeki dan pemelihara alam semesta
beserta isinya. Keyakinan seperti iini juga diyakini oleh kaum musyrikin Makkah sebagai firman Allah:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
Artinya
: “Katakanlah: siapa yang member rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan pengelihatan dan mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan
siapakah yang mengatur segala urusan ? Maka mereka (musyrikin Makkah) menjawab
: “Allah”. Maka katakanlah (hai Muhammad) “mengapa kamu tidak bertakwa
kepada-Nya”. (QS. Yunus:31).
Ayat diatas senada dengan ayat dalam surat
Al-Mu’minun: 84-89, Az-Zumar:38,
Az-Zukhruf: 87 terkait orang-orang musyrik Makkah yang meyakini tauhid
rububiyah, namun mereka tetap diklasifikasikan sebagai kaum musyrikin oleh
Allah dan Rasul-Nya.
Hal itu karena hati manusia telah difitrahkan
untuk mengakui rububiyyah Allah SWT, sehingga orang yang meyakininya belum
menjadi ahli tauhid sebelum dia beriman kepada tauhid yang kedua. Hal ini
menegaskan bahwa seseorang tidak dikatakan beriman dengan hanya meyakini tauhid
rububiyah.
2. Tauhid Uluhiyah
Artinya kita meyakini bahwa Allah-lah
satu-satunya Dzat yang berhak disembah (diibadahi). Ibadah di sini adalah
istilah yang meliputi segala apa yang Allah cintai dan ridhai baik berupa
ucapan serta amalan-amalan yang lahir maupun yang batin.
Tauhid uluhiyyah merupakan implementasi dari
kalimat tauhid “laa ilaaha illa-Allah”. Makna kalimat ini adalah tidak ada
sesembahan yang hak untuk disembah melainkan Allah. Kalimat tauhid ini
mengandung dua unsur yaitu unsur penolakan segala bentuk sesembahan selain
Allah serta menetapkan segala bentuk ibadah ditunjukan hanya kepada Allah
semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dari pengutusan para rasul seperti
yang termasuk dalam firman Allah:
Artinya
: “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami
wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah Aku olehmu sekalian”. (QS. Al-Anbiya’: 25).
Dalam hal memahami makna “laa ilaaha
illa-Allah” ada sebagian orang memaknainya dengan ( tidak ada hakim tertinggi
melainkan Allah). Ini adalah makna yang sempit dan kurang tepat sebab dakwah
Rasullullah ketika pertama kali diutus bukan masalah hakimiyah, namun masalah
tauhid ibadah dan menjauhi kesyirikan sebagaimana firman Allah:
Artinya
: “Sungguh kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat agar mereka
(memerintahkan) umatnya menyembah Allah dan menjauhi Thaghut”². (QS.
An-Nahl:36).
Tauhid uluhiyyah adalah misi dakwah semua
Rasul. Pengingkaran terhadap tauhid inilah yang menjerumuskan umat-umat
terdahulu ke dalam jurang kehancuran. Tauhid ini adalah pembuka dan penutup
agama. Ia adalah pembeda antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir,
antara penduduk surga dan penghuni neraka.
Tauhid rububiyyah termasuk konsekuensi dari
tauhid uluhiyyah, karena orang-orang musyrik tidak menyembah tuhan yang satu.
Akan tetapi, mereka menyembah bermacam-macam tuhan dengan anggapan bahwa tuhan-tuhan
tersebut lebih mendekatkan mereka kepada Allah. Padahal mereka mengakui bahwa
tuhan-tuhan itu tidak mendatangkan mudharat dan manfaat. Karena itu, Allah
tidak menganggap mereka sebagai orang-orang mukmin, kendati mereka mengakui
tauhid uluhiyyah. Mereka tetap kafir, sebab mereka masih menyekutukan Allah dan
selain-Nya dalam beribadah.
3. Makna Tauhid Asma wa Sifat
(meng-esakan Allah dalam hal nama-nama dan
sifat-sifat-Nya) ialah meyakini secara mantab bahwa Allah menyandang seluruh
sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan, dan bahwa Dia berbeda
dengan seluruh makhluk-Nya.
Caranya adalah dengan menetapkan (mengakui)
nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Dia sandangkan untuk Dirinya atau
disandangkan oleh Rasulullah dengan tidak melakukan tahrif (pengubahan) lafazh
atau maknanya, tidak ta’thil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau
sebagaian nama dari sifat itu, tidak takyif (pengadaptasian) dengan menentukan
esensi dan kondisinya, dan tidak tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat
makhluk.
Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid
asma wa sifat berdiri di atas tiga asas. Barang siapa menyimpang darinya, maka
ia tidak termasuk orang yang meng-esakan Allah dalam hal nama sifat-Nya. Ketiga
asas itu adalah:³
a.
meyakini bahwa Allah SWT maha suci dari
kemiripan dengan makhluk dan
darisegala kekurangan.
b.
Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT
yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tanpa mengurangi atau
menambah-nambahi dan tanpa mengubah atau mengabaikannya.
c.
Menutup keinginan untuk mengetahui
kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu.
Adapun
asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan
mahluk dalam sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT:
Artinya
: “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash: 4)
Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman
Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya sesuatu apa pun,”mengatakan, “Yang harus
diyakini dalam bab ini adalah bahwa Allah SWT, dalam hal keagungan, kebesaran,
kekuasaan, dan keindahan nama serta ketinggian sifat-Nya, tidak satupun dari
makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan tidak pula dapat diserupai dengan
makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat disandangkan kepada Pencipta dengan
kepada makhluk, pada hakikatnya esensinya berbeda meskipun lafazhnya sama.
Sebab, sifat Allah Yang tidak Berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat
makhluk-Nya.
Termasuk dalam asas pertama ini ialah
menyucikan Allah SWT dari segala yang bertentangan dengan sifat yang disandangkan
oleh Rasullulah Saw. Jadi mengesakan AllahcSWT dalam hal sifat-sifat-Nya
menuntut seseorang Muslim untuk meyakini bahwa Allah SWT tidak mempunyai istri,
teman, tandingan, pembantu, dan syafi’ (pemberi syafa’at), kecuali atas
izin-Nya. Dan juga menuntut seorang Muslim untuk menyucikan Allah dari sifat
tidur, lelah, lemah, mati, bodoh, zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat
kekurangan lainya.
Sedangkan asas kedua, mewajibkan untuk
membatasi diri pada nama-nama dan sifat-sifat yang telah ditetapkan dal
al-Qur’an dan As-Sunnah. Nama-nama dan sifat-sifat itu harus ditetapkan
berdasarkan wahyu, bukan logika. Jadi, tidak boleh menyandangkan sifat atau
nama kepada Allah SWT kecuali sejauh ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Sebab
Allah SWT maha tau tentang Dirinya sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Ia
berfirman :
Artinya
: “Katakanlah, kalian yang lebih tahu atau Allah ?”. (QS. Al-Baqarah : 140)
Nah, bila Allah SWT yang lebih
mengetaahui tentang Dirinya dan para Rasul-Nya adalah orang-orang jujur dan
selalu membenarkan segala informasi dari-Nya, pasti mereka tidak akan
menyampaikan selain dari apa yang diwahyukan oleh-Nya kepada mereka. Karenanya,
dalam urusan mengukuhkan atau menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT
wajib merujuk kepada informasi dari Allah dan Rasul-Nya.
Sementara asas ketiga, menuntut manusia
yang mukallaf untuk mengimani sifat-sifat dan nama-nama yang ditegaskan oleh
al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa bertanya tentang kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan
tidak pula tentang esensinya. Sebab, mengetahui kaifiyyah sifat hanya akan
dicapai mankala mengetahui kaifiyyah Dzat. Padahal Dzat Allah SWT tidak berhak
dipertanyakan esensi dan kaifiyyah-Nya.
Karena itu, ketika para ulama salaf
ditanya tentang kaifiyyah istiwa’ (cara Allah SWT bersemayam), mereka menjawab’
“Istiwa’ itu sudah dipahami, sedang cara-caranya tidak diketahui; mengimani
istiwa’ adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.”
Jika ada seseorang bertanya kepada
kita, ”Bagaimana cara Allah SWT turun ke langit dunia ?” Maka kita tanyakan
kepadanya,”Bagaimana dia ?” jika ia mengatakan, “Saya tidak tau kaifiyyah Dia”.
Maka kita jawab “ Makanya kita tidak tau
kaifiyyah turunya Allah. Sebab untuk mengetahui kaifiyyah sifat harus
mengetahui terlebih dahulu kaifiyyah dzat yang disifsti itu. Karena, sifat itu
adalah cabang dan mengikuti yang disifati. Maka, bagaimana Anda menuntut
istiwa’, padahal Anda tidak tahu bagaimana kaifiyyah Dzat-Nya. Jika Anda
mengakui bahwa Allah SWT adalah wujud yang hakiki yang pasti memiliki segala
sifat kesempurnaan dan tidak ada yang menandinginya, maka mendengar, melihat,
berbicara dan turunya Allah tidak dapat digambarkan dan tidak bisa disamakan
dengan mahluk-Nya.
Dari
penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa tauhid asmawa sifat ini dapat
rusak dengan beberapa hal berikut :
1. Tasybih,
yakni menyerupakn sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti yang
dilakukan orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam dengan
Allah SWT, orang Yahuda menyerupakan ‘Uzair dengan Allah, orang-orang musyrik
menyerupakan patung-patung mereka dengan Allah, dan beberapa kelompok yang
menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk , tangan Allah dengan tangan
makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, dan lain sebagainya.
2. Tahrif,
yaitu mengubah atau mengganti. Artinya mengubah lafazh-lafazh nama Allah SWT
dengan menambah atau mengurangi atau mengubah artinya, yang oleh para ahli
bid’ah diklaim sebagai takwil, yaitu memahami satu lafazh dengan makna yang
rusak dan tidak sejalan dengan makna yang digunakan dalam bahasa Arab. Seperti
pengubahan kata dalam firman Allah SWT “Wakallamallahu musa taklima” menjadi
“Wakallamallaha”. Dengan demikian, mereka bermaksud menafikan sifat kalam
(berbicara) dari Allah SWT.
3. Ta’thil
(pengabaian, membuat tidak berfungsi). Yakni menampik sifat Allah dan menyagkal
keberadaannya pada Dzat Allah SWT, semisal menampik kesempurnaan-Nya dengan
cara membantah nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak melakukan ibadah
kepada-Nya, atau menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah SWT, seperti orang yang
menyatakan bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak berpermulaan dan menyangkal
bahwa Allah telah menciptakan dan membuatnya).
4. Takyif
(menentukan kondisi dan menetapkan esensinya). Metode dalam memahami nama dan
sifat Allah SWT yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melakukan
tasybih, tahrif, ta’thil dan takyif ini merupakan mazhab salaf. Asy-Syaikani
mengatakan, “Sesungguhnya, mazhab salaf,
yakni kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in, adalah memberlakukan
dalil-dalil tentang sifat-sifat Allah SWT sesuai dengan zhahirnya tanpa
melakukan tahrif, ta’wil yang dipaksakan, dan tidak pula ta’thil yang
mengakibatkan terjadinya banyak ta’wil. Dan jika mereka ditanya tentang
sifat-sifat Allah SWT, mereka membacakan dalil lalu menahan diri dari
mengatakan pendapat itu dan ini seraya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui
lebih dari itu.
Ulama
salaf tidak akan memaksakan diri untuk berbicara apa yang tidak mereka ketahui
dan apa yang tidak yang tidak Allah SWT izinkan untuk meraka lampaui. Jika ada
seorang penanya menginginkan penjelasan melebihi dari zahir, maka mereka segera
mencegahnya dari apa yang tidak mungkin merfeka capai selain terjerumus dalam
bid’ah dan melarangnya dari hal yang tidak tidak diajarkan Rasulullah SAW,
tidak pula oleh sahabat dan tabi’in.
C. Makna Kalimat
Laa Ilaaha IlIa-Allah ()
Kalimat
Laa Ilaaha IlIa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna
penolakan
segala bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna
menetapkan
bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Dia
semata.
Berkaitan dengan kalimatini Allah SWT berfirman :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا
إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
Artinya
:"Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar
selain Allah". (Qs. Muhammad : 19)
Berdasarkan
ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib hukumnya dan mesti
didahulukan dari pada rukun-rukun Islam yang lain. Rasulullah SAW juga
menegaskan :"Barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan
ikhlas maka akan masuk ke datang surga."(HR. Ahmacl). Yang dimaksud dengan
ikhlas di sini adalah memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut
sebelum yang lainnya.
Rasulullah
sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik kematiannya
dengan ajakan :"Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illa-Allah, sebuah
kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai nutfah di hadapan Allah". Akan
tetapi, Abu Thalib enggan untuk mengucapkan
dan meninggal datam keadaan musyrik.
Selama
13 tahun di Makkah. Nabi Muhammad SAW mengaiak orang-orang dengan perkataan
beliau :"Katakan laa ilaaha illa-Allah”.Kemudian orang-orang kafir menjawab
:"Beribadah kepada sesembahan yang satu. Tidak pernah kami dengar dari
orang tua kami". Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham makna
kalimat tersebut, dan barang siapa yang mengucapkannya tidak akan
menyeru/berdoa kepada selain Allah.
1. Syarat-syarat Laa Ilaaha
IlIa-Allah ()
Bersaksi
dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.Tanpa syarat-syarat itu kesaksian
tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya. Secara singkat tujuh
syarat itu ialah :
- ‘ilmu
(mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)
- Yaqin
(yakin), yang menafikan syak (keraguan)
- Qabul
(menerima), yang menafikan radd (penolakan)
- Inqiyad
(patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
- Ikhlash, yang
menafikan syirik
- Shidq
(jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
- Mahabbah
(kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).
Adapun
rinciannya adalah sebagai berikut :
Syarat pertama :'llmu (Mengetahui)
Artinya
memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang
ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal tersebut.
وَلا يَمْلِكُ الَّذِينَ
يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ
يَعْلَمُونَ
Artinya
:"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memberi syafaat ; akan tetapi (orang yang dapat nemberi syafaat ialah) orang
yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf :
86)
Maksudnya
orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami dengan hatinya
apa yang diikrarkan oleh lisannya seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak
mengerti apa maknanya, maka persaksiaan itu tidak sah dan tidak berguna.
Syarat kedua: Yaqin (yakin)
Orang
yang mengingkarkannya harus meyakini kandungan kalimat laa ilaaha illa-Allah
itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT
berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا
بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ
الصَّادِقُونَ
Artinya
: Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu", (Qs. Al-Hujurat :
15)
Kalau
ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Saw besabda:”Siapa yang engkau
temui di balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain
Allah dengan hati yang menyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan)
surga” (HR. Al-Bukhari). Maka siapa yang tidak meyakininya, ia tidak berhak
masuk surga.
Syarat ketiga: Qabul (Menerima)
Menerima
kandungan dan konsekuensi dari laa ilaaha illa-Allah, menyembah Allah semata
dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkannya, tetapi
tidak menerima dan mentaati, maka ia germasuk orang-orang yang difirmankan
Allah:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا
قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا
لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
Artinya
: “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha
illa-Allah”(Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka
menyombongkan diri. Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus
meninggalkan sembah-sembahan kami karena seorang penyair gila?”.(QS.
Ash-Shafat: 35-36)
Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan
Patuh)
Allah
SWT berfirman:
۞ وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ
وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ ۗ وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ
الْأُمُورِ
Artinya
: “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang kokoh”.(QS. Luqman : 22)
Syarat kelima: Shidq (Jujur)
Yaitu
mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga membenarkannya.
Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah
munafik dan pendusta. Allah SWT berfirman:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَنْ
يَّقُوْلُ أٰمَنَّابِٱللهِ وَبِٱلْيَوْمِ ٱلأٰخِرِ وَمَاهُمْ بِمُؤْمِنِيْنَ
يُخٰدِعُوْنَ ٱللهَ وَٱلَّذِيْنَ أٰمَنُوْا وَمَايَخْدَعُوْنَ إِلآ أَنْفُسَهُمْ
وَمَايَشْعُرُوْنَ فِى قُڶُوبِهِمْ مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ ٱڶڶهُ مَرَضًا ۖ وَڶَهُمْ
عَذَابٌ أَڶِيْمٌ بِمَا كَنُوْ يَكْذِبُوْنَ
Artinya
: “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya
menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada
penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siska yang pedih,
disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-Baqarah: 8-10)
Syarat keenam : Ikhlas
Yaitu
membersihkan amal dari segala debu-debu syrik, dengan jalan tidak
mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis
Rasulullah dikatakan:”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang
mengucapkan laa ilaaha illa-Allah karena mengiginkan ridha Allah”.(HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Syarat ketujuh : Mahabbah (Kecintaan)
Maksudnya
mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang-orang yang
mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ
اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ
ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Artinya
: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tanding-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah”.(QS. Al-Baqarah: 165)
Maka
ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli syrik
mencintai Allah dan mencintai yang lain. Hal ini sangat bertentangan dengan isi
kandungan laa ilaaha illa-Allah.
2.
Konsekuensi laa ilaaha illa-Allah
Yaitu
meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan
sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah kepada
Allah semata tanpa unsur kesyirikan sedikit pun, sebagai keharusan dari
penetapan ilaa-Allah.
Banyak
orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehungga mereka
menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk, kuburan,
pepohonan, bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang
tersebut mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang
dilarang-Nya.
D.
Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan
Tauhid dalam pandangan islam
merupakan akar yang melandasi setiap aktivitas manusia. Kekokohan dan tegaknya
tauhid mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya semangat beramal dan lahirnya
sikap optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber segala perbuatan
(amal shalih) manusia.
Sebetulnya formulasi tauhid terletak
pada realitas sosial. Adapun bentuknya, tauhid menjadi titik sentral dalam
melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke dalam realitas
historis-empiris. Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan
modernitas, dan merupakan senjata pamungkas yang mampu memberikan alternatif
yang lebih anggun dan segar.
Tujuan tauhid adalah memanusiakan
manusia. Itu sebabnya, dehumanisasi merupakan tantangan tauhid yang harus dikembalikan
kepada tujuan tauhid, yaitu memberikan perubahan terhadap masyarakat. Perubahan
itu didasarkan pada cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis
sebagaimana tertera dalam firman Allah:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya
:“Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan
kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah”.(QS. Ali’Imran: 110).
Kuntowijoyo
memberikan tiga muatan dalam ayat di atas sebagai karakteristik ilmu sosial
profetik, yakni kandungan nilai humanisasi, liberasi dan transendensi.
Tujuannya supaya diarahkan untuk merekayasa masyarakat menuju cita-cita
sosial-etiknya di masa depan.
E. Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid
Tidak
diragukan lagi bawa tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Oleh karena itu, bagi siapa yang
mampu merealisasikan tauhid dengan benar
akan mendapat beberapa keistimewaan. Bagi orang-orang yang termasuk ahli
tauhid, Allah janjikan banyak sekali kebahagian,baik di dunia, lebih-lebih di
akhirat. Itu semua hanya khusus diberikan bagi ahli tauhid.
1.
Ahli
Tauhid Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk
Seorang yang bertauhid dengan benar
akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya
:
الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ
مُهْتَدُونَ
Artinya : “ Orang-orang yang beriman
dan tidak mencampuradukan iman meraka dengan kezhaliman (syirik), mereka
itulah yang mendapa keamanan dan mereka
itu adalah –orang-orang yang mendapatkan petunjuk’. (QS. Al-An’am: 82).
Kezhaliman meliputi tiga perkara, yaitu kezhaliman
terhadap hak Allah yaitu dengan berbuat
syirik, kezhaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat
maksiat, dan kezhaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya
orang lain.
Kezhaliman adalah menempatkan sesuatu
tidak pada tempatnya. Kesyirikan
disebut kezhaliman karna menunjukan ibadah
kepada yang tidak berhak
menerimanya. Ini merupakan kezhaliman yang paling zhalim. Hal ini karena pelaku
syirik menunjukan ibadah kepada yang tidak berhak menerimanya, mereka menyamakan
Al-Khaliq (Sang Pencipta) dengan makhluk, menyamakan yang lemah dengan Maha Perkasa.
Yang dimaksud dengan kezhaliman dalam ayat di atas adalah
syirik, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulallah SAW ketika menafsirkan ayat ini.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “ Ketika ayat ini turun,terasa beratlah
di hati para sahabat, mereka mengatakan siapakah di antara kita yang tidak
pernah menzhalimi dri sendiri (berbuat maksiat), maka rasulallah SAW bersabda :
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya , mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang
besar.(QS. Lukman : 13)”
Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukan keimanan mereka dengan kezhaliman (kesyirikan). Mereka akan
mendapatkan rasa aman di dunia dan di akhirat serta mendapatkan keamanan di
dunia berupa ketenangan hati, dan keamanan di akhirat dari hal-hal yang ditakti
yang akan terjadi di Hari Akhir. Petunjuk yang mereka dapatkan di dunia berupa
ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sedangkan petunjuk diakhirat berupa
petunjuk yang mereka dapatkan sesuai dengan kadar tauhidnya. Semakin sempurna
Tauhid seseorang, semakin besar keamanan dan petunjuk yang akan diperoleh.
2. Ahli Tauhid Djamin Masuk Surga.
Rasulullah
SAW bersabda :
مَنْ
شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا
إِلَى
مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ
الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
Artinya
:” Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembah) yang
berhak disembah selain allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya, dan ‘Isa adalah hamba dan rasul-Nya, dan kalimat yang
disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh
dari-Nya dan bersaksi bawha surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan
memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah dikerjakannya”.
Ini merupakan janji dari Allah SAW
untuk ahli Tauhid bawha mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Ahli Tauhid
adalah mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan persaksian yang disebut dalam hadis diatas. Maksud syahadat yang benar
harus terkandung tiga hal, yaitu mengucapkannya dengan lisan, memahami
maknanya, dan mengamalkan segala konsekuensinya. Tidak cukup hanya sekedar
mengucapkan saja.
Sesuai amal yang telah dikerjakannya
ada dua tafsiran :
Pertama, mereka akan masuk surga
walaupun memiliki dosa-dosa selain syirik karena dosa-dosa selain syirik
tersebut tidak menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik masuk surga
secara langsung maupun sempat diazab di neraka lalu akhirnya masuk surga. Ini
merupakan keutamaan tauhid yang dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah
dang mnghalangi seseorang dengan amal shalihnya.
Kedua, ,mereka akan masuk surga,
namun kedudukan mereka dalam surga sesuai dengan amalan merka, karena kedudukan
seseorang di surga bertingkat-tingkat sesuai amal shalihanya.
3. Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka
Sungguh, neraka adalah seburuk-buruk
tempat kembali. Betapa bahagianya seseorang yang tidak mnjadi penghuni neraka.
Hal ini akan didapatkan oleh sesorang yang bertauhid dengan benar. Sabda
Rasullalah SAW:
فَإِنَّ
اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ.
Artinya : “ Sesungguhnya Allah
mengharamkan neraka bagi orang yang menatakan La ilaaha illa-Allah, yang di
ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Pengharaman dari neraka ada dua
bentuk. Pertama, diharamkan masuk neraka secara mutlak dalam arti dia tidak
akan pernah masuk neraka sama sekali. Boleh jadi dia mempunyai dosa, lalu Allah
SWT mengampuninnya atau dia termasuk
golongan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Kedua,
diharamkan kekal masuk neraka dalam arti dikeluarkan dari neraka setelah sempat
dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.
4. Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya.
Hidup
kita tidak luput dari gelimbang dosa dan maksiat. Karena itu pengampunan dosa
adaalah sesuatu yang sangat kita harapkan. Dengan melaksanakan tauhid swcara
benar, menjadi sebab terbesar dapat menghapus dosa-dosa kita. Rasulallah SAW
bersabda :
Yang Artinya : “ Allah berfirman : ‘
Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu kamu datang pada-Ku dengan
kesalahan sepenuh bumi, keumdian kamu datang kepada-Ku tanpa menyrkutukan
sesuatu pun dengan-Ku, maka aku akan mendtangimu dengan ampun sepenuh bumi
pula”. (HR. Tirmidzi)
Dalam hadist ini Rasulallah
mengabarkan tentang luasnya keutamaan dan rahmat Allah. Allah akan menghapus
dosa-dosa yang besar sekalipun selama itu bukan dosa syirik. Semakna dengan
hadist ini seperti difirmankan Allah :
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya :’ Sesungguhnya Allah tidak
akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang lain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya, Barangsiapa siapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS.
An-Nisaa’:48)
5. Jaminan Bagi Masyarakan yang
Bertauhid
Kebaikan
tauhid ternyata tidak hanya bermanfaat bagi individu. Jika sesuatu masyarakat
benar-benar merealisasikan tauhid dalam kehidupan mereka, Allah SWT akan
memberikan jaminan bagi mereka
Sebagaimana friman-Nya Yang Artinya
:
“ Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan merka berkuasa di muka bumi,
sebagaimanan Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah dirikhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka merka itulah orang-orang yang fasik”.(QS. An-Nur:55)
Dalam ayat di atas Allah SWT
memberikan bebrapa jaminan bagi sesuatu masyarakat yang mau mengimplementasikan
nilai-nilai ketauhidan dalam kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi,
mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta mndapat keamanan dan
dijauhkan rasa takut.
Dalam ayat di atas Allah SWT
memebrikan beberapa jaminan bagi suatu masyarakat yang mau mengimplementasikan
nila-nilai ketauhidan dalam kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi,
mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama, serta mndapat keamanan dan
dijaukan dari rasa takut.
Demikian sebagian di antara jaminan
yang akan didapatkan oleh ahli tauhid. Mengutip Asy-Syaikh Abdurrahman
As-Sa’di, termasuk keutamaan Tauhid adalah :
a. Dapat menghapus dosa-dosa.
b. Merupakan faktor terbesar dalam
melapangkan berbagai kesusuhan serta bisa menjadi
penangkal dari berbagai akibat buruk dalam kehidupan dunia dan akhirat.
c. Mencegah kekekalan dalam api neraka
meskipun dalam hati hanya tertanam keimanan
sebesar biji sawi. Juga mencegah masuk neraka secara mutlak bila dia menyempurnakan dalam hati. Ini termasuk
keutamaan tauhid yang paling mulia.
d. Merupakan sebab satu-satunya
untuk menggapai ridha Allah SWT dan pahala-Nya. Orang yang paling bahagia dalam memperoleh syafaat Rasulallah
adalah mengucapkan laa ilaaha
illa-Allah dengan ikhlas dari hatinya.
e. Penerimaan seluruh amalan dan
ucapan baik yang tampak dan yang tersembunyi tergantung
kepada tauhid seseorang. Demikian pula penyempurnaan dan pemberian ganjarannya. Perkara-perkara ini menjadi
sempurna dan lengkap tatkala tauhid dan keikhlasan
kepada Allah SWT menguat. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling besar.
f. Memudahkan seorang hamba untuk
melakukan kebaikan-kebaikan dan meninggalkan
kemungkaran-kemungkaran serta menghibur tatkala menghadapi berbagai musibah. Sesorang yang ikhlas kepada
Allah SWT dalam beriman dan bertauhid
akan merasa ringan untuk melakukan ketaatan-ketaatan karena dia menghadapkan pahala dan keridhaan
Rabb-Nya.
g. Bila tauhid sempurna dalam hati
seseorang, Allah menjadikannya mencintai keimanan.
Kemudian Allah menjadikan orang tersebut membenci kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Juga Allah akan
menggolongkan ke dalam orang-orang yang
terbimbing.
h. Meringankan segala kesulitan dan
rasa sakit. Semua itu sesuai dengan menyempurnakan
tauhid dan iman yang dilakukan oleh seorang hamba. Sesuai pula dengan sikap seseorang hamba saat menerima
segala kesulitan dan rasa sakit dengan hati
yang lapang, jiwa yang tenang, dan ridha terhadap ketentuan-ketentuan-Nya.
i. Melepaskan seorang hamba dari
ketergantungan dan pengharapan kepada makhluk. Inilah
keagungan dan kemuliaan yang hakiki. Bersamaan dengan itu dia hanya beribadah dan menghambakan diri kepada Allah,
dengan mengharap hanya kepada Allah.
j. Bila tauhid sempurna dalam hati
seseorang dan terealisasi lengkap dengan keikhlasan,
amal yang sedikit akan berubah menjadi banyak. Segenap amal dan ucapan berlipat ganda tanpa batas dan
hitungan. Kalimat ikhlas menjadi berat dalam timbangan
amal sehingga tidak terimbangi oleh langit dan bumi beserta seluruh penghuninya.
k. Allah SWT menjamin kemenangan,
pertolonga, kemuliaan, kemudahan danpetunjuk
d dunia bagi pemilik tauhid, Cukup banyak dalil yang menguatkan keterangan ini baik dari Al- Qur’an maupun
As-Sunnah.
Dengan demikian cukup
besar dan banyak keutamaan yang Allah limpahkan bagi para hamba-Nya yang bertauhid, Sangat beruntung orang
yang bisa menggapai seluruh keutamaannya.
Namun keberhasilan total hanya milik orang-orang yang mampu menyempurnakan tauhid sepenuhnya. Tentu manusia
bertingkat-tingkat dalam wujud tauhid
kepada Allah SWT. Mereka tidak berada pada satu tingkatan. Masing-masing menggapai keutamaan
tauhid sesuai dengan prestasi dalam menerapkan
tauhid.
E. Penutup
Setiap
muslim hendak meyakini bahwa tauhid adalah dasart Islam yang paling agung dan
istimewa. Jika tauhid yang murni terealisasikan dalam hidup seseorang, baik
pribadi maupun jama’ah, akan memetik buah yang amat manis. Di antara buah yang
didapat adalah memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain
Allah, baik benda-benda atau makhluk lainnya, juka akan memebentuk keperibadian
yang kokoh.
Karena itu, siapa pun yang mampu
mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dengan benar dalam segala aktivitasnya,
niscaya mendapat ketauhidan dengan benar dalam segala aktivitasnya, niscaya
mendapat banyak keistimewaan. Allah SWT menjanjikan bagi para ahli Tauhid aneka
kebahagiaan, baik di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz.Abdul,Pelajaran
Tauhid Untuk Pemula, Terj. Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Jakarta: Yayasan
Al-sofwa, 2000
Thanks gan, sangat membantu.
BalasHapus